Tie The Knot
Jodoh itu, memang misterius. Kayak
pernah mikir nggak sih, jodoh kita itu siapa, gimana wajahnya dan dimana kita
akan bertemu dengan jodoh kita. Kadang, saking misterius nya, kita jadi nggak
percaya kalau "Oh, ini beneran jodoh
gue? Ga nyangka banget kalau orangnya itu dia."
Setelah sekian lama nongkrong di dating app dan berjuang mencari pasangan hidup, 3 jam yang lalu, aku baru saja match dengan seorang pria di dating app, namanya Widi. Di fotonya, Widi memiliki postur tinggi, kulitnya coklat, potongan rambut ala militer dan wajah yang cukup tampan. Ya, Widi bukan lagi cukup tampan, tetapi memang sangat tampan, dia eksotis. Dan kini aku dan Widi masih mengobrol melalui chat. Tetapi tidak ku balas pesan terakhirnya yang dikirim baru saja karena ucapan Gia.
"Dia sekantor sama kita, dia
kerja di bagian IT di lantai 17." Gia menyeruput kopinya setelah bicara.
Lalu aku, hanya tercenung menatapnya. Widi bekerja di perusahaan yang sama
denganku? Di bagian IT? Kenapa aku tidak tahu?
"Gue nggak tau, dan Widi juga
seolah nggak tahu kalau kita kerja di kantor yang sama," Ucapku. "Lo nya aja yang terlalu sibuk kerja
sampe nggak ngeh, dan mungkin Widi juga gitu." Jujur, aku terkejut
mengetahui kalau Widi bekerja di kantor yang sama denganku dan dia bekerja di
bagian IT. Gia ternyata tahu siapa Widi, mungkin karena pacarnya juga bekerja
di bagian IT. Jadi, Gia cukup tahu orang-orang yang bekerja di bagian sana.
Katanya, Widi karyawan yang paling
bagus kinerjanya. Gia juga bilang kalau Widi adalah sosok pria yang tidak banyak
bicara dan jarang ikut bergabung dengan karyawan lainnya. Mungkin, itu sebabnya
aku tidak tahu kalau Widi bekerja di kantor yang sama denganku.
Aku menatap layar ponsel yang ku
genggam, lalu menatap pesan terakhir yang dikirim Widi, "Kapan kita bisa ketemu?" Dalan hati ku berkata, sepertinya sekarang pun kita bisa bertemu. Tapi
aku belum siap, bagaimana jika nanti Widi berubah pikiran setelah melihat wujud
asliku? Tidak, aku tidak terlalu jelek. Buktinya, Gia pernah menyebutku cantik.
"Udah bales aja, Al. Terus lo sama Widi ketemuan dan bilang kalau
sebenarnya kalian itu sekantor." Ucap Gia lagi.
Ketika berjalan menuju lantai gedung
tempatku bekerja, aku terus memikirkan ucapan Gia mengenai persoalan Widi. Lift terbuka dan aku sangat terkejut
ketika melihat seorang pria yang berdiri sendirian yang ternyata adalah Widi,
aku ingat betul wajahnya. Untung saja, aku sedang memakai masker dan seharusnya
Widi tidak menyadari bahwa aku Alia, wanita yang dikenalnya di dating App.
"Jadi naik?" Suara Widi membuyarkan lamunanku, rupanya aku masih
terpaku dalam keterkejutanku dan malah membuat pintu lift hampir menutup
kembali.
Aku buru-buru masuk dan berdiri di
samping Widi, aroma parfume black opium menguar dari tubuhnya. Widi tak jauh
beda dengan fotonya, aslinya, pria ini lebih tampan dan maskulin. Balutan
celana panjang hitam yang sangat pas di kaki jenjangnya dan kemeja putih yang
tampak sempurna membentuk tubuhnya yang kokoh berotot dengan lengan kemeja yang
digulung sampai siku. Membuat jantungku terus berdebar kencang. Rasanya ingin
bilang bahwa aku adalah Alia, tapi aku belum memiliki keberanian untuk itu.
Alhasil sampai akhirnya pintu lift terbuka dan Widi keluar, aku belum sempat
memberitahunya, bahwa aku adalah Alia.
Buru-buru aku mengambil ponsel dari dalam
pouch dan mengetikkan balasan untuk Widi di dating app, besok aku akan bertemu
dengannya.
Keesokan harinya, aku datang lebih
pagi ke kantor. Masih sepi dan hanya ada seorang satpam yang menyambutku saat
itu dan beberapa office girl yang tersenyum padaku. Tangan kananku sibuk
memegang tas laptop sekaligus cup kopi dam tanganku yang lain sedang sibuk
mengetikan balasan pesan untuk Gia yang hari ini memutuskan untuk absen karena
terserang flu, padahal kemarin Gia masih baik-baik saja.
Sampai di depan lift, aku dikejutkan
dengan kehadiran seseorang yang tiba-tiba saja berdiri di sampingku, aku tidak
sempat menoleh karena masih sibuk mengetikan balasan kepada Gia untuk
mengucapkan semoga cepat sembuh dan kalimat lainnya. Dan sepertinya orang yang
saat ini berdiri di sampingku sedang menatapku heran karena terlihat terlalu
repot.
"Butuh bantuan, Mbak?"
Jari-jariku berhenti ketika suara itu tertangkap indera pendengaranku, suara
pria yang begitu seksi! Tunggu! Suara itu sama dengan suara pria yang berdiri
denganku di lif kemarin, dan pria kemarin itu..adalah..Widi? WHAT? itu artinya,
pria yang berdiri di sampingku saat ini adalah Widi?
Jantungku mendadak berdegup kencang,
Aku menelan ludah dan memasukan segera ponselku ke dalam saku blazer dan
memberanikan diri untuk menoleh, dan YA! aku menatap mata indahnya begitu
jelas. Tentu saja Widi tertegun ketika melihatku, mulutnya menganga sebentar
dan pupil matanya melebar menatapku, ada sedikit semburat merah di pipinya dan
malah membuat hatiku meleleh tak berbentuk "Alia?" Ya, ucapan Widi
sejurus kemudian.
Aku memutuskan untuk tersenyum dan
mengangguk, Widi membalas senyumanku. Sumpah!! Aku tidak pernah mengira kalau
senyuman Widi semanis itu! Dia benar-benar tampan. Rasanya tidak ingin berkedip
sedetikpun ketika menatap wajahnya.
"Kamu kerja disini
ternyata?" Nada suara Widi berubah penuh antusias, sebagai jawabannya aku
pun mengangguk. Kalau saja ada cermin di depanku, mungkin aku bisa melihat
bagaimana pipiku memerah. "Dunia memang sempit ya, Al. Ternyata kita kerja
di satu perusahaan yang sama."
"Ummm, ya. Aku juga nggak
nyangka." Aku sedikit menggigit bibir bawahku, padahal aku sudah tahu dari
awal kalau Widi dan aku kerja di satu perusahaan yang sama.
"Mau ngopi? Ya..sambil
ngobrol-ngobrol aja." Widi tersenyum sekali lagi, kali ini menampilkan
barisan gigi nya yang putih dan rapi. Rasanya...jantungku ingin loncat keluar
sekarang juga! "Boleh, sekarang?"
Widi mengangguk.
Setelah pertemuan pertamaku dengan
Widi di depan lift kantor pagi itu, kami jadi sering ke kafetaria bareng saat
jam makan siang, atau sekedar jalan-jalan ke mall yang ada di seberang gedung
kantor. Obrolan kami pun makin nyambung. Dan jujur saja, aku merasa sangat
beruntung mengenal Widi, pria yang katanya dingin tapi ternyata hangat setelah mengenalnya
lebih jauh. Dan, ada satu hal yang terungkap selama aku dekat dengan Widi.
Ternyata Widi pernah meminjamkanku payung ketika aku berteduh di halte 2 tahun
yang lalu dan payung itu kini masih aku simpan karena waktu itu aku tidak tahu
pemiliknya siapa.
Setelah sekian lama dekat, aku
menjalin hubungan dengan Widi, ketika menginjak 6 bulan, Widi melamarku dan
kami menikah di hari ulang tahunku yang ke 25.
"Al, aku nggak nyangka sekarang
kamu udah jadi istriku."
Widi menggenggam tanganku erat, senyumnya terlukis sangat indah, dan aku berucap "Jodoh emang misterius, ya."
Komentar
Posting Komentar