Kios Bunga Tsabita

26 Desember 2024, ini adalah tahun keempat Rama mengunjungi kios bunga Tsabita, sebuah kios bunga kecil yang terhimpit diantara dua gedung besar. Kios bunga yang selalu menyambut pengunjungnya dengan aroma mawar segar dan senyuman ramah dari seorang gadis bernama Tsabita. Ya, gadis pemilik kios bunga itu. "Halo, Rama!" Seru Tsabita dari arah dalam sembari memotong tangkai bunga mawar lalu memasukannya ke dalam vas putih berisi air. Mendengar derap langkah dan mencium aroma ambernya saja sudah bisa Tsabita tebak bahwa itu adalah pria tinggi dengan jakun menonjol bernama Rama. "Apa kabar, Tsa?" Pria manis itu menyapa Tsabita dengan senyuman lebar. Pria dengan tinggi kira-kira 174 cm itu memliki gigi bawah yang tidak terlalu rapi, mata kecil yang agak sipit, namun rahangnya begitu tegas, agak kurus, warna kulitnya sawo matang, kakinya begitu jenjang, dan satu lagi, dadanya bidang. Sedangkan, gadis pemilik kios bunga itu memiliki tinggi sebahunya Rama, wajahnya imut berseri, dan yang selalu Rama suka adalah keramahan gadis itu padanya tiap kali ia mengunjungi kios bunga itu tiap tahunnya.

"Kabarku baik, bagaimana denganmu Ram? Sebuket tulip seperti biasa sudah aku siapkan." Tasbita berjalan menghampiri Rama yang sudah masuk ke dalam kios bunga itu. Rama mengedikkan bahunya pelan "Entahlah." Tsabita tersenyum lagi "Sudah tahun keempat, jangan terus menerus tenggelam dalam kesedihan, Ram." Tsabita menatap Rama dalam. "Tidak terasa ya, sudah tahun keempat, tetapi sepertinya wajahku masih terlihat menyedihkan." Ucap Rama pelan. Tsabita tertawa kecil sembari menepuk bahu Rama pelan "Perasaanmu saja, sekarang wajahmu sudah mulai berseri, kok."
"Masa sih?" Tsabita mengangguk mantap. Gadis itu lalu berjalan ke arah rak kecil berwarna putih dan mengambil sebuket bunga tulip yang sudah ia siapkan dan memberikannya pada Rama "Terima kasih, Tsa." Ucap Rama setelah menerima sebuket bunga tulip pesananya. Tsabita mengangguk "Sama-sama, Ram." Ia terseyum. Tetapi gadis itu kali ini heran, biasanya Rama akan langsung berpamitan pergi setelah ia mengucapkan kalimat sama- sama, tapi kali ini, Rama lama diam menatap Tsabita "Ada lagi, Ram? Buketnya tidak salah, kan?" Ucap Tsabita. Rama menggeleng "Tidak ada, Tsa. Seperti biasa, bunganya selalu cantik. Tapi, kali ini aku ingin mengucapkan sesuatu." Rama menjeda kalimatnya "Terima kasih sudah selalu menyediakan bunga tulip tiap tahunnya untukku, terima kasih sudah menghiburku, Tsa. Menguatkanku hingga tahun keempat ini. Tsa, terima kasih banyak ya." Rama tersenyum begitu tulus begitupun dengan Tsabita, ia menepuk pundak Rama pelan "Sama-sama, Ram. Aku senang menyediakan bunga tulip itu." Tsabita tersenyum lagi, ia melanjutkan "Jangan sedih lagi, Ram." 

"Sekali lagi terima kasih, Tsa. Aku pamit ya. Sampai jumpa di tahun depan dengan sebuket bunga tulipnya lagi." Ucap Rama. Tsabita mengangguk sambil tersenyum "Sampai jumpa, Ram." Tsabita menatap Rama yang sudah berbalik pergi, menatap punggung kekar pria itu sampai menghilang dari pandangannya, Tsabita menghela nafas berat. Ia akan bertemu Rama lagi tahun depan dan itu masih lama. "Dorr!!" Habis tenggelam dalam lamunannya yang singkat Tsabita tiba-tiba harus dikagetkan dengan seseorang di belakangnya, itu Naila. Teman sekaligus satu-satunya karyawan di kios bunga Tsabita "Kenapa sih, Tsa. Harusnya kamu ajak Rama ketemu lagi! Harusnya kalian berduaa tuh ketemu sesering mungkin, jangan cuma tiap tahun aja!" Naila mendengus kesal sembari menatap Tsabita. "Ngagetin aja." Ucap Tsabita singkat sembari melongos pergi tapi bahunya berhasil Naila raih lebih dulu sehingga gadis pemilik kios bunga itu menghentikan langkahnya secara mendadak "Mau sampai kapan?"

Tsabita menghela nafas lagi, "Gabisa ku jawab, Rama mencintai gadis lain, aku enggak bisa apa-apa." Ucap Tsabita rendah. "Tapi kan gadis itu udah mati." Celetuk Naila, Tsabita dengan spontan menutup mulut gadis itu dengan telapak tangannya "Syutt!!!" 
"Kamu tuh ya Nai, bicaranya enggak dijaga. Dengerin, walaupun gadis itu udah gaada aku tau gimana besarnya perasaan Rama buat dia. Aku cuma penjual bunga yang tiap tahunnya nyediain bunga tulip untuk Rama, aku gamau masuk terlalu dalam hanya karena perasaan yang bikin ambigu ini." Jelas Tsabita lalu kembali melongos pergi meninggalkan Naila yang berdiri mematung "Tapi kamu udah jatuh cinta kan, Tsa?" Tsabita tidak menjawab.

Memang tak bisa lagi Tsabita pungkiri bahwa sudah sejak tahun pertama Rama memesan sebuket bunga tulip, Tsabita jatuh cinta dengan pria itu. Mungkin bisa dikatakan bahwa Tsabita jatuh cinta pada pandangan pertama pada Rama, ketika pria itu memesan sebuket bunga tulip dengan wajah yang amat teduh terlihat namun di dalamnya menyimpan kesedihan yang amat besar. 4 tahun yang lalu, pertama kalinya Rama mengunjungi kios bunga Tsabita, ia baru saja kehilangan separuh jiwanya, kekasihnya. Gadis yang katanya memiliki warna kulit seputih salju itu pergi lebih dulu meninggalkan Rama yang sedang jatuh cinta padanya setengah mati, gadis yang diceritakan Rama pada Tsabita di pertemuan pertama mereka. Hingga sebuket bunga tulip membuat Rama rutin mengunjungi kios bunga Tsabita tiap tahunnya di hari ulang tahun mendiang kekasihnya. Jatuh cinta pada Rama mungkin adalah hal yang menyebalkan bagi Tsabita, ia menyadari bahwa ia jatuh cinta dengan seseorang yang sudah tidak memiliki ruang untuk orang baru di hatinya. Sampai 4 tahun berlalu rasa itu masih tersimpan rapi tanpa berniat ia sampaikan pada Rama. Menyiapkan sebuket bunga tulip untuk Rama setiap tahun mungkin adalah bentuk cinta yang bisa Tsabita berikan, asalkan pria itu tidak terus berlarut-larut dalam kesedihannya.

"Tsa, kamu enggak akan tahu sebelum mencoba." Celetuk Naila Tiba-tiba. "Mencoba apa?" Tanya Tsabita bingung, kali ini ia tampak sibuk dengan tumpukkan bunga mawar yang akan dijadikan buket pesanan salah seorang teman kuliah-nya. "Mengungkapkannya pada Rama." Naila mendekati Tsabita "Tentang perasaanmu." Naila melanjutkan. "Lupakan, aku tidak akan pernah melakukan itu." Tsabita menanggapi. Naila mendengus kesal mendengar tanggapan sahabatnya itu "Baiklah, terserahmu saja."

"Hey, Tsa. Lihat siapa yang datang!" Naila kembali berseru, kali ini nada biacara terdengar lebih antusias, tetapi Tsabita tak menengok, ia tidak tertarik dan tetap fokus pada perkerjaannya. "Tsa," Naila menepuk bahu Tsabita sekali lagi "Apa lagi?"
"Kamu harus lihat siapa yang datang." Naila berbisik sembari mengarahkan kepala Tsabita ke arah pintu masuk kios bunga. Ya, kali ini Tsabita sedikit terkejut. Pria itu, Rama. Dia datang lagi dan tidak biasanya pria itu datang lagi. "Hai, maaf datang lagi." Rama menyapa

"Kali ini kamu harus ngedate sama dia," Naila berbisik pelan sebelum akhirnya meninggalkan Tsabita dan Rama. "Ada apa, Ram? Bunga tulipnya bermasalah?" Rama menggeleng "Bukan."
"Tidak ada masalah dengan bunganya, Tsa." Rama melanjutkan.
"Lalu?" 
"Apa artinya aku akan jadi seorang pengkhianat jika aku jatuh cinta lagi, Tsa?"
Tsabita mendadak bingung, bingung dengan pertanyaan Rama barusan, gadis itu tidak mengerti maksud pertanyaan Rama, jatuh cinta? Pengkhianat? Apa yang sebenarnya sedang terjadi pada pria itu sekarang "Maksudmu, Ram?"
"Aku harus jujur kalo aku sedang jatuh cinta lagi"
Tsabita tersenyum tipis, mulai mengerti maksud Rama, tapi ada sedikit rasa kecewa, pria itu jatuh cinta kepada siapa?
"Ram, kamu berhak bahagia, jatuh cinta bukan kesalahan atau bisa buat kamu jadi orang pengkhianat." Ucap Tsabita.
"Kamu yakin, Tsa?" Tsabita mengangguk yakin.
"Aku jatuh cinta lagi, Tsa. Ini adalah alasanku kembali kesini."
Tsabita terpaku mendengar kalimat terakhir Rama, lama ia mencerna kalimat itu hingga akhirnya matanya menangkap kedua mata Rama yang sedang menatapnya dalam. Ia belum mengerti sepenuhnya, tetapi ada letupan letupan senang di hatinya.

Komentar

Postingan Populer