Lelaki yang Malang dan Perempuan yang Kesepian
Pram membuang puntung rokoknya sembarangan, lalu mengaitkan ransel hitamnya ke pundak dan berlalu pergi meninggalkan gedung apartemen yang baru saja ia masuki. Pria yang mengenakan celana jins lusuh dengan robekan di lututnya itu berjalan agak gontai menyusuri jalanan yang cukup ramai. Pram bukan manusia metropolitan, ia asing dengan suasana ramai penuh sesak seperti ini. Kalau bukan hanya karena kekasih sialannya yang kini telah resmi menjadi mantannya, Pram tidak akan pernah menginjakkan kaki di kota ini, Jakarta.
Semenjak jatuh cinta, Pram sering kali melakukan hal yang sebenarnya tidak dia sukai, salah satunya seperti saat ini, ia terjebak di keramaian kota yang sesak dan panas. Pram menghela napas berat, keringatnya mulai berjatuhan, ia berjalan tanpa tujuan. Pram tidak tahu dia akan pergi kemana setelah mantan sialannya itu mengkhianatinya dan membuatnya menjadi terlantar seperti ini. Pram baru sadar sekarang, bahwa cinta membuatnya sedikit gila.
Mantan sialannya itu telah membuatnya jadi manusia paling bodoh sedunia sekarang, Pram mengenal wanita itu sebagai Cantika, wanita yang ia kenal melalui dating apps. Wanita yang bisa dibilang memiliki kecantikan yang paripurna, cerdas, dan menurut Pram wanita itu sangat penyayang, lelaki itu mengira bahwa Cantika adalah pilihan yang sangat tepat untuk dijadikan calon istri. Tetapi kejadian hari ini, membuat Pram sadar bahwa wanita itu ternyata sialan, menyelingkuhi Pram dan tidak mengakuinya sebagai pacar.
Pram menghela napas berat sekali lagi, lelaki itu kemudian duduk di halte, menunggu bus, tidak peduli bus itu akan membawanya kemana, Pram sudah sangat kacau sejak melihat Cantika bersama dengan pria lain dan tidak mengakuinya sebagai pacar, padahal Pram dan Cantika sudah menjalin hubungan selama 2 tahun meskipun jarak jauh, Bali-Jakarta.
Ketika bus akhirnya datang, Pram langsung membawa tubuhnya untuk menaiki bus yang ia sendiri tidak tahu bus ini akan membawanya kemana, lalu duduk di kursi dekat jendela, menyandarkan pundak kekarnya di sana. Pram tahu ia adalah seorang pria, tak etis rasanya jika pria merasa sangat lemah dan ingin menangis setelah ditinggal seorang wanita. Tetapi Pram ingin menyangkal itu, sejenak ia ingin melakukan apa yang dia mau sekarang, terlepas dari statusnya sebagai pria yang katanya harus selalu tegar. Pram ingin menangis, ya, pria itu perlu melakukannya.
Setitik air matanya jatuh ke pipi, namun Pram terpaksa menghapusnya dengan sigap karena tatapan dua orang siswa laki-laki yang memperhatikannya sambil berbisik-bisik. Mungkin keduanya merasa aneh, mengapa seorang pria kekar seperti Pram menangis di dalam bus di siang bolong seperti ini, tapi kedua siswa laki-laki itu tidak tahu sehancur apa Pram sekarang, Pram benar-benar hancur.
Pram tidak tahu sudah berapa menit bus ini berjalan, namun bus kembali berhenti di halte selanjutnya dan isi bus semakin disesaki penumpang, Pram yang tadinya duduk sendiri, kini di sampingnya sudah ada seorang wanita berambut lurus sebahu, dan berpakaian cukup simple, wanita itu membuyarkan lamunan Pram yang hendak tertidur.
"Sal, udah gue bilang kalau kencan buta kali ini juga nggak akan berhasil, gue udah capek ketemu sama cowok yang pada akhirnya sikapnya sama aja, please! Gue nggak mau lagi ikutin ide lo yang nggak efektif itu." Ya, wanita itu cukup berisik dengan lawan bicaranya di telepon, membuat Pram yang tadinya ingin tertidur kini malah memperhatikan wanita itu dari samping, wanita itu cukup cantik dan cukup menarik, pikirnya.
Menyadari ada orang tak dikenal di sampingnya sedang memperhatikannya, wanita itu menoleh setelah memutuskan sambungan teleponnya "Maaf ya Mas suara saya ganggu," ucapnya sopan. Mendengar ucapannya yang cukup sopan, Pram sempat terpaku beberapa detik sebelum akhirnya ia mengguk pelan "Nggak papa, Mbak."
"Sendirian aja, Mas?" Wanita itu menoleh lagi ke arah Pram yang mulai memejamkan matanya, dan Pram terpaksa menundanya lagi, pria itu mengangguk "Ya," jawab Pram sekenanya.
Wanita itu mangut-mangut dan untuk ketiga kalinya ia menoleh lagi ke arah Pram "Mau kemana?" Tanyanya. Pram sedikit tersentak dari lamunannya, pria itu berpikir sejenak sebelum memberi jawaban, pasalnya Pram tidak tahu ia akan kemana saat ini.
"Saya tidak tahu," Pram tidak tahu caranya berbohong. Wanita itu membelalak ketika mendengar jawaban Pram "Tidak tahu mau kemana? Kamu nggak punya tujuan?" Tanyanya lagi dan Pram dengan cepat mengangguk mantap.
"Sepertinya kamu baru pertama kali ke Jakarta, betul?" Wanita itu masih menatap Pram, pria itu memang cukup memesona dengan bentuk rahangnya yang tegas, hidungnya yang mancung dan warna kulitnya yang eksotis. Wanita itu sepertinya cukup tertarik dengan Pram.
"Ya, saya dari Bali, Pram." Pram baru saja mengenalkan dirinya kepada wanita itu, wanita itu lalu tersenyum, kemudian mengulurkan tangannya ke arah Pram "Karina," ucapnya memperkenalkan diri. Pram agak ragu-ragu menerima jabatan tangan wanita yang tidak dikenalnya itu "Ya," ucap Pram sekenanya. Sejenak, wanita itu telah mengalihkan perhatian Pram dari hiruk pikuk kota ini dari dalam bus, entah mengapa jantung Pram mendadak berdegup cepat, sebelumnya tidak pernah ada wanita yang memperkenalkan diri padanya seantusias ini, seperti wanita bernama Karina itu.
"Kamu bisa memanggilku Karin atau Arin, terserah. Ngomong-ngomong, kamu masih belum punya tujuan? Sekiranya untuk bermalam?"
Pram menggeleng "Tidak, saya tidak tahu mau kemana," ucapnya. Karina tersenyum tipis, wanita itu masih menatap Pram "Kamu bisa bermalam di tempatku." Ucapan Karina membuat Pram sontak saja kaget, bagaimana bisa seorang wanita langsung menawarkan tempatnya tinggal kepada seorang pria yang belum dikenalnya? Pram tertegun, ia menatap Karina tak percaya.
"Aku tinggal sendirian di rumah yang cukup besar, dan malam ini aku harus lembur bekerja, kamu bisa tinggal dulu di sana semalam tanpa aku, tapi kalau kamu mau," jelas Karina.
"Kamu percaya sama saya?" Pram bertanya.
"Maksudmu?"
Pram menatap Karina "Maksud saya, kamu tidak mengenal saya sebelumnya, kamu tidak takut kalau saya ternyata orang jahat? Atau bisa saja saya adalah buronan yang sedang diburu polisi?"
Karina tersenyum "Kelihatannya kamu orang baik, lagi pula aku hanya ingin memberimu sedikit pertolongan, bagaimana kalau kamu bukan orang jahat dan benar-benar sedang membutuhkan pertolongan? Di sini kamu sulit menemukan orang baik seperti aku," jelas Karina.
Pram diam, memikirkan tawaran Karina beberapa detik. Benar kata wanita itu, di sini sulit menemukan orang baik, mungkin tidak hanya di sini, tetapi di sebagian besar bumi ini kita sulit menemukan orang baik. Pram dihancurkan oleh wanita yang ia pikir sangat mencintainya setelah perjalanan melahkan dari Bali ke Jakarta, mengorbankan tenaga dan uangnya, kini hatinya dibuat hancur berkeping. Pada akhirnya harus terlantar di kota asing ini sendirian tanpa tahu tujuan, hingga wanita bernama Karina datang dan menawarkan tempatnya untuk Pram.
Pram pikir, mungkin tidak terlalu buruk untuk menerima maksud baik Karina, lagi pula tidak ada manusia yang ia kenal di kota ini.
"Hanya satu malam, besok aku akan kembali ke Bali," ucap Pram pada akhirnya. Karina tersenyum lebar, sungguh, Pram pikir wanita itu benar-benar cantik ketika menunjukkan senyuman maksimalnya.
"Baiklah, aku akan mengantarkanmu ke rumahku. Oh ya, aku tidak akan sempat menyiapkan makanan karena harus segera kembali ke kantor," jelas Karina. Pram mengangguk "Jangan khawatir, aku membawa sedikit makanan." Pram menepuk-nepuk tas ransel hitamnya, pria itu memang membawa sedikit makanan dari Bali.
"Baiklah," Karina tersenyum lagi "Ngomong-ngomong apa alasan yang membawamu datang ke Jakarta? Umm, aku hanya ingin tahu."
Pram tersenyum masam "Hanya karena wanita," jawabnya.
"Pacaramu?"
"Sempat jadi pacarku, kini kami sudah putus," jelas Pram getir. Jujur saja, Pram masih menyisakan sedikit rasa sayangnya pada Cantika, tetapi mau apalagi, Pram bukan pria yang diinginkan oleh wanita itu.
"Kalian putus setelah kamu datang jauh-jauh dari Bali?"
Pram mengangguk "Dia selingkuh?" Karina bertanya lagi. Sebagai jawabannya Pram mengangguk.
"Maaf, aku banyak bertanya," Karina menatap Pram iba, pria ini benar-benar malang sekarang dan Karina menyadari hal itu.
Siapa wanita yang tega membuang pria semanis ini, Karina membatin.
Pram mengedikkan bahu "Ya, tidak apa-apa."
Bus sampai di halte terakhir dan Pram mengikuti Karina turun dari Bus, tidak ada lagi obrolan yang mengiringi langkah mereka, Pram hanya memperhatikan langkah wanita itu, menyusuri trotoar, 2 gang sempit, lalu sampai di sebuah rumah bercat putih yang cukup besar dengan arsitektur jaman dulu.
"Ini rumahku, Pram. Suasananya masih dulu sekali," ucap Karina setelah mereka sampai di depan rumah.
"Kamu tinggal di sini sendiri?" Tanya Pram. Karina mengangguk lalu membuka kunci pintunya. "Orang tuaku bercerai ketika aku SMP, tadinya aku hanya tinggal dengan Ibu, tapi saat aku lulus kuliah, Ibu memutuskan untuk menikah lagi dan tinggal terpisah denganku," jelas Karin, ia lalu mempersilahkan Pram untuk masuk ke rumahnya yang Pram rasa cukup hangat, ruangannya tidak padat oleh furniture, tidak ada poto-poto keluarga di sana, hanya ada satu poto Karina dan Ibunya ketika wanita itu wisuda.
Tidak ada AC, hanya ada kipas angin, tidak ada TV, dan ada satu sofa di sana. Pram rasa, Karina adalah wanita yang sedang kesepian, di balik keramahan wanita itu.
"Rumah ini tidak berhantu kok, tenang saja," ucap Karina seraya tersenyum.
"Aku tidak takut," ucap Pram.
"Ya, sudah aku duga."
Karina lalu membuka salah satu pintu kamar dan memperlihatkannya pada Pram "Malam ini kamu bisa tidur di sini, jangan khawatir, aku akan segera kembali ke kantor. Jadi, kamu akan tinggal di sini sendirian."
"Ya, terima kasih Karina."
"Sama-sama, Pram."
"Oh ya, di kamar ini ada kamar mandinya, di luar juga ada, kamu bisa pilih sesukamu."
Pram mengangguk.
Karina menengok jam tangannya, sudah waktunya ia harus kembali ke kantor, hari ini atasannya menyuruhnya lembur "Pram, aku tidak bisa menemanimu lama-lama di sini, aku harus segera kembali ke kantor. Ini kunci rumahnya," ujar Karina, lalu memberikan kunci rumahnya pada Pram. Setelah Pram mengangguk, wanita itu langsung berlalu pergi meninggalkan Pram sendiri.
Pria itu kemudian menaruh tas ranselnya di sofa dan duduk di sana, menghela napas berat lalu memejamkan matanya sejenak.
***
Pram terbangun dari tidurnya, ia menengok jam tangannya dan sudah menunjukkan pukul 9 pagi, tadi malam, pria itu sudah menghubungi salah satu sahabatnya di Bali untuk memesankan tiket pulang dan jadwal penerbangannya pagi ini pukul 11 pagi. Artinya, Pram punya waktu 1 jam untuk mandi, sarapan, dan berpamitan dengan Karina.
Pram membawa tubuhnya bangkit dari ranjang lalu keluar dari kamar dan menemukan sebungkus makanan dan secarik kertas di atas meja makan.
Pram, pagi ini aku kembali jam 6 pagi ke rumah, tadinya mau mengajakmu sarapan bersama, tetapi kamu masih tidur dan aku nggak mau ganggu. Jadi, aku belikan saja makanan untukmu. Oh ya, hari ini aku ke kantor jam 8, ada meeting dadakan dengan klien dan akan pulang jam 8, mungkin kita bisa makan malam bersama.
Selamat sarapan, Pram.
Karina.
Pram diam sejenak, wanita itu baik sekali padanya. Di balik kesialan yang menimpanya di kota ini, Pram menemukan seseorang yang tulus seperti Karina. Sayang, Pram tidak tahu nomor telepon wanita itu atau alamat kantornya, agar pria itu bisa berpamitan pergi hari ini. Namun, Pram tidak tahu semua itu dan ia mungkin akan pergi tanpa bertemu untuk terakhir kalinya dengan Karina.
Sampai terbesit ide di benaknya untuk menuliskan pesan di secarik kertas untuk Karina. Tanpa lagi berpikir panjang, Pram membalikan kertas yang Karina berikan padanya lalu mengambil ballpoint dari dalam tas ranselnya.
Hai, Karin. Hari ini sepertinya saya tidak bisa menunggumu pulang untuk makan malam. Jadwal penerbangan saya ke Bali jam 11 pagi ini. Tadinya, saya ingin berpamitan, tetapi tidak tahu nomor ponsel dan alamat kantormu.
Terima kasih untuk tumpangannya dan makanannya pagi ini.
Jika kamu punya kesempatan ke Bali, kamu bisa datang ke galeri lukis saya "Arts & Pram" di Ubud.
Pram.
***
5 bulan kemudian...
"Rin, ada good news!" Karin tersentak seketika karena suara heboh Hana, ia langsung menghentikan aktivitas mengetiknya dan mendongak ke arah Hana yang kini menyembulkan kepalanya di atas kubikel miliki Karina "Good news apaan?" Karina menanggapinya acuh tak acuh, setelah dihadapi dengan pekerjaan yang semakin padat beberapa bulan terakhir ini, Karina jadi tidak terlalu berselera mendengar kabar bagus, sekalipun iya, rasanya akan biasa-biasa saja.
"Projek kita kemarin sukses dan berhasil disetuji klien dengan nominal yang fantastis," jelas Hana dengan antusias. Sepertinya, berita bagus kali ini tidak membuat Karin merasa biasa-biasa saja, kali ini, berita bagus itu mampu membayar rasa lelahnya selama beberapa bulan terakhir.
"Serius?" Karina sontak saja bangkit dari duduknya dan kini tak kalah antusias dengan Hana. Karin hampir ingin berteriak mendengar kabar itu, benar-benar hasil kerja yang memusakan.
"Dan nggak cuma itu, Rin. Pak Doni akan kasih kita hadiah," ucap Hana lagi, "Dia bakal kasih kita tiket liburan," timpal Salma yang baru saja datang dari arah kubikelnya, wajahnya berseri, seperti Hana dan Karina.
"Liburan?" Karina bertanya untuk memastikan.
"Bener banget, Pak Doni kasih hadiah kita liburan di Ubud selama 4 hari," ungkap Hana antusias.
Mendengar hal itu, Hana, Karina, dan Salma saling bertatapan satu sama lain lalu berteriak antusias secara bersamaan. Sungguh, berita bagus ini sangat luar biasa, benar-benar luar biasa.
Mendengar tempat liburan yang akan dituju, Karina teringat dengan Pram, ya, pria yang ia temui 5 bulan lalu, pria yang menurutnya sangat manis dan membuatnya jatuh pada pandangan pertama. Ini kesempatannya untuk bertemu dengan Pram lagi.
***
Karina menggenggam secarik kertas yang hampir sobek di tangannya, ia memastikan bahwa nama galeri yang ditulis Pram 5 bulan lalu sama dengan nama galeri lukis yang kini ada di hadapannya. Arts & Pram. Benar, sama persis.
Karina tidak bisa menyembunyikan rasa senang juga senyumannya, ia akan bertemu dengan Pram lagi setelah sekian lama. Takdir telah membawanya ke sini, artinya, orang yang harus Karina temui adalah Pram.
Wanita itu melangkah dengan mantap untuk masuk ke dalam galeri lukis milik Pram, tetapi setelah benar-benar ada di dalam, Karina tidak menemukan sosok Pram di sana. Ia malah bertemu dengan seorang wanita yang lebih tinggi darinya, sangat cantik, dan berambut pirang. Wanita itu menghampiri Karina dengan senyuman ramahnya "Ada yang bisa saya bantu, Kak?"
Karina agak ragu-ragu mengutarakan keinginan sebenarnya, Karina takut kalau wanita cantik itu adalah kekasihnya Pram atau mungkin wanita itu adalah istrinya. Setelah 5 bulan berlalu, tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada Pram, Ia hanya wanita yang ditemui Pram sehari, Pram tidak mengenalnya sebelumnya, tidak ada perasaan untuknya dari Pram dan akan mudah bagi Pram melupakan Karina karena keduanya hanya mengenal secara singkat. Dan mungkin, Pram sudah menemukan wanita yang dicintainya.
Senyuman Karina mendadak lenyap, kebahagian yang tadi ia rasakan kini berganti kekhawatiran. Karina takut, takut ekspektasinnya jauh dari realita, salahnya berani mencari Pram meskipun resiko penolakan sangat besar. Lalu, mengapa takdir membawanya ke sini?
"Um, saya ingin mencari Pram," ucap Karina pada akhirnya, dia harus tahu alasan takdir membawanya ke sini, meskipun itu menyakitkan.
"Pram?"
Karina mengangguk "Ya, Pram, ini galeri miliknya?"
"Ya, benar. Tetapi Pram tidak datang hari ini. Kamu temannya atau.."
"Saya temannya, Karina," lanjut Karina cepat.
"Hari ini ada acara lamaran, mungkin Pram akan datang besok," jelas wanita itu. Dan membuat jantung Karina berdetak cepat. Wanita cantik ini bukan pacar atau istrinya Pram. Tetapi Pram hari ini akan bertunangan? Artinya, sudah ada wanita lain yang mengisi hati pria itu.
Karina tersenyum tipis, ia mengangguk ke arah wanita itu, mengucapkan terima kasih dan berlalu pergi.
Sampai di hotel tempatnya menginap, Karina langsung merebahkan dirinya di ranjang, memperhatikan langit-langit kamar yang berwarna putih, meratapi nasibnya yang malang.
Beberapa jam kemudian, Salma membangunkan Karina dari tidurnya "Rin, ada cowok cari lo tuh di luar," ucap Salma tepat di dekat telinga Karina yang saat itu hendak memejamkan matanya lagi.
"Gue nggak punya kenalan cowok di Ubud," ucap Karina sekenanya dengan suara parau.
"Lo yakin? Namanya Pram."
Mendengar nama Pram disebut, Karina langsung membuka matanya secara sempurna, ia langsung terbangun dan merapihkan rambutnya yang agak acak-acakan "Lo yakin?" Karina memastikan. Salma mengangguk mantap.
Tanpa berpikir panjang lagi, Karina langsung beranjak pergi untuk menemui Pram di luar dan benar saja, pria itu duduk di kursi tamu, Pram masih tampak sama seperti 5 bulan lalu ketika pertama kali bertemu dengannya di Jakarta.
Karina berjalan pelan menghampiri Pram di kursinya dan pria itu menoleh, melihat Karina, Pram langsung berdiri "Hai," sapa Pram dengan senyuman yang bisa dibilang cukup antusias. Karina tersenyum lebar "Hai, Pram." Melihat pria itu, membuat Karina merasa sangat bahagia, sampai ia melupakan sesuatu, Pram baru saja bertunangan.
"Aku datang ke galerimu, katanya kamu ada acara lamaran," ucap Karina.
Pram mengangguk "Sahabat saya hari ini melamar kekasihnya, tidak enak jika tak ikut," jelas Pram. Penjelasan Pram membuat Karina bisa bernapas lega, dugaannya salah, Karina tidak perlu khawatir lagi sekarang, tapi "Wanita itu?"
"Di galeri?" Karina mengangguk "Itu adik saya," jawabnya.
Oh, ternyata wanita cantik itu adalah adiknya Pram, astaga! Tahu begitu, Karina akan menghabiskan waktu lebih lama di galeri milik Pram untuk mengobrol dengan wanita cantik itu.
"Kamu tahu keberadaanku dari mana?"
"Saya kembali ke galeri karena ada sesuatu yang tertinggal, dan adik saya bilang bahwa kamu datang, saya pikir kamu mungkin menginap di hotel ini dan kebetulan teman saya bekerja di sini. Jadi, saya bertanya apakah ada seseorang yang menginap di sini dengan nama Karina."
"Ternyata kamu masih ingat aku?"
"Tentu saja," ucap Pram.
"Bagaimana dengan mantan pacarmu? Dia masih tinggal di Jakarta?"
"Dia sudah menikah, urusan saya dan dia sudah selesai."
Karina mangut-mangut, ada secercah kebahagian di benaknya. Ini adalah alasan takdir membawanya ke Ubud, bertemu kembali dengan Pram.
"Kamu? Sudah menikah?" Tanya Pram kemudian.
Karina menggeleng "Masih sendiri."
"Sepertinya kita sama-sama sedang sendiri," ujar Pram.
"Ya."
Pram menatap Karina, tatapannya kali ini berebeda, lebih hangat dan lembut "Saya sudah lama menunggu waktu ini tiba," ucap Pram.
"Waktu apa?"
"Waktu di mana saya bertemu denganmu lagi, Rin."
Karina tersenyum penuh arti, menatap Pram lekat, pria ini telah membuatnya jatuh hati untuk kedua kali.
Apakah benar bahwa jatuh cinta itu bisa terjadi sangat cepat? Meskipun kita hanya menatap matanya sekali? Ya, Karina menyadari hal itu sejak 5 bulan lalu. Pram adalah sosok pria yang ia cari selama ini.
Dan, Pram. Ia tertarik dengan Karina sejak pertemuan pertama mereka di bus, tetapi rasa sakit waktu itu, membuatnya tak ingin cepat-cepat jatuh cinta lagi. Butuh waktu lebih lama bagi Pram untuk kembali pulih hingga akhirnya ia memutuskan untuk jatuh cinta lagi.
Jadi, Setiap orang punya waktunya sendiri untuk jatuh cinta.
Komentar
Posting Komentar